Monday, 6 June 2016



Kehidupan dunia adalah siklus permasalahan. Perputaran dari satu persoalan kepada persoalan berikutnya. Namun, berbeda orang maka berbeda pula cara mereka menghadapi persoalan hidup. Meskipun persoalan yang mereka hadapi adalah sama.

Ada orang yang menyikapi persoalan dengan diri yang tenang dan pikiran jernih. Namun, ada juga orang yang menyikapi persoalan dengan diri yang panik dan pikiran yang kalut. Tentu saja cara penyikapan yang berbeda akan melahirkan dampak yang berbeda pula.

Sejatinya, persoalan hadir dalam kehidupan dunia ini adalah sebagai sarana utk pelatihan diri manusia menjadi insan yang tangguh dan berkualitas. Sayangnya, tidak setiap orang mengetahui bagaimanakah cara yang baik dalam menyikapi persoalan.

Berikut ini, kiat-kiat agar kita bisa menyikapi dengan baik setiap persoalan yang datang di dalam hidup kita.

1. Siap pada berbagai kemungkinan
Kiat pertama adalah kesiapan diri dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi. Mengapa kita harus siap? Karena yang terjadi di dalam hidup ini tidak akan selalu sesuai dengan keinginan kita. Bahkan kita harus akui bahwa jauh lebih banyak yang terjadi tanpa kita duga dari pada yang kita duga. Maka, alangkah menderitanya diri kita apabila kita hanya mempersiapkan diri utk menghadapi kejadian yang sesuai dengan keinginan kita.
Salah satu cara yang mujarab agar kita senantiasa siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi adalah dengan berperasangka baik kepada Allah Swt. Dan sikap itu harus selalu dilatih agar terbiasa.
Sebuah hadist qudsi berbunyi, "Sesungguhnya Allah berfirman, "Aku sebagaimana prasangka hambaKu kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku (H.R Turmudzi).
Berprasangka baik terhadap Allah Swt. Akan membuat kita senantiasa siap menerima ketetapan Allah Swt yang akan terjadi kepada kita.

Pernah dengar teori tukang parkir?
Inilah gambaran sederhana bagaimana seseorang yang memiliki kesiapan diri dalam menghadapi kenyataan yang akan terjadi. Seorang tukang parkir akan senantiasa siap dengan kendaraan yang akan parkir di tempatnya. Demikian juga apabila para pemilik kendaraan itu mengambil kendaraannya kembali dan pergi, ia senantiasa siap. Mengapa demikian? Karena sejak semula ia sudah memiliki pandangan bahwa semua kendaraan itu hanyalah titipan.

2. Ridha pada apa yang terjadi.
Pada penjelasan kiat pertama kita sudah membahas bahwasanya kesiapan diri itu penting dalam rangka menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi di dalam kehidupan ini. Kemungkinan2 ini adlh hal yang belum terjadi. Apapun jika hal tsb telah terjadi, maka sikap yang harus kita miliki adalah ridha.
Selain itu, yang penting kita yakini adlah bahwa sesungguhnya yang kita sangka baik utk diri kita itu belum tentu baik menurut Allah Swt, Dzat yang maha tahu.
Allah Swt berfirman, "... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padhal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui" (Q.S Al Baqarah : 216).

Mungkin antum pernah dengar peristiwa jatuhnya salah satu maskapai penerbangan di Indonesia yang menewaskan seluruh penumpangnya. Ternyata ada seorang calon penumpang yang tidak jadi berangkat, karena passportnya tertinggal di rumah, sehingga dia harus kembali utk mengambil passport tsb. Namun dia terlambat karena terkena macet di jalan. Pada saat itu dia sempat menggerutu dan menyalahkan keadaan. Namun, setelah mendengar berita kecelakaan kapal tersebut, dia malah bersyukur tidak jadi berangkat naik pesawat tsb.
Sungguh, Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk kita.
Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa yang ridha (kepada ketentuan Allah) maka Allah akan ridha kepadanya.." (HR. Tirmidzi)

3. Jangan mempersulit diri.
Kiat berikutnya yang perlu kita lakukan dlm menyikapi kenyataan hidup adalah dengan tidak mendramatisir kenyataan yang terjadi. Karena, jika mau jujur, permasalahan yang terjadi dalam hidup kita adalah hasil dari dramatisasi yang dilakukan oleh diri kita sendiri. Kita lebih banyak merasakan penderitaan atas kenyataan yang terjadi, sebagai akibat dari karangan kita sendiri, kekhawatiran kita sendiri, kepanikan kita sendiri. Ternyata semua itulah yang membuat kita menjadi merasa tertekan dan terbebani. Padahal, segala kenyataan yang terjadi itu, jika kita sikapi dengan kepala dingin, pikiran jernih dan hati yang lapang, kita tidak akan merasa kerepotan menghadapi segala kenyataan yang terjadi pada hidup kita.
Sebagai contoh misalnya, seseorang yang merasakan sakit pinggang. Kemudian dia memutuskan utk memeriksakan diri ke dokter. Sebelum jadi berangkat, ia berbincang dengan rekannya dan menceritakan apa yang sedang dirasakannya itu. Ia sampaikan degala kekhawatiran atas sakit pinggang tsb. Ia ceritakan tentang kekhawatiran seandainya yang ia derita adalah penyakit ginjal, maka ia akan menghadapi resiko pengobatan dan perawatan yang tidak sederhana dan mahal. Bahkan ia pun menceritakan kegelisahan seandainya ternyata ia harus mengalami gagal ginjal dan menjalani cuci darah, dan seterusnya, dan sebagainya. Semakin orang ini menceritakan ketakutan dan kekhawatirannya, maka semakin terbebanilah ia, semakin stress-lah ia.
Maka, kendalikanlah diri sebisa mungkin agar terhindar dari sikap mendramatisir masalah yang sedang terjadi. Karena pada hakikatnya setiap persoalan yang menimpa diri manusia itu sudah terukur oleh Allah swt, sesuai dengan kadar kemampuan manusia tsb utk menghadapinya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam Al-Quran, "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar kesanggupannya.."
(QS. Al Baqarah : 286)

4. Kuasai ilmunya
Sebenarnya tidak ada yang aneh dalam kehidupan ini. Polanya masih sama, begitu begitu saja. Seperti pergantian siang malam, terus menerus seperti itu. Ada senang dan tidak senang, gembira dan kesedihan. Ada gelap ada terang, murung dan riang. Susah dan mudah, marah dan ramah. Kadang dipuji kadang dicaci. Sesekali disukai sesekali dibenci. Punya dan tidak punya, sehat dan sakit, lapang dan sempit. Begitulah seterusnya. Tidak ada yang aneh, kecuali yang aneh itu adalah apabila kita tidak semakin mengerti tentang kehidupan ini.
Semestinya, apapun yang terjadi pada diri kita menjadi pelajaran berharga untuk kita. Hendaknya, setiap yang terjadi menimpa kita, itu menjadi ilmu tentang kehidupan, sehingga kita semakin tangguh dan siap untuk menghadapi setiap kemungkinan. Persis ketika kita menghadapi siang dan malam. Kita siap menghadapi siang, kita pun siap menyongsong malam.
Jika kita mengetahui ilmunya, ketika kita dilimpahi kekayaan materi yang berlebih, maka kita manfaatkan untuk berderma, membantu sesama dan membelanjakannya di jalan Allah. Kita manfaatkan juga kesempatan tersebut untuk meraup lebih banyak ilmu, memperluas wawasan, memperlebar dan memperkuat persaudaraan, serta manfaat lainnya.
Akan tetapi ketika kekayaan materiil itu tidak ada di tangan kita, kita pun sudah mengetahui ilmunya. Yaitu dengan bersabar, berprasangka baik tehadap Allah, gigih menjaga kehormatan diri dengan tidak meminta-minta kepada oang lain, bahkan justru meningkatkan kreatifitas untuk berusaha mendapatkan penghasilan secara baik dan halal.

5. Evaluasi diri
Di dalam AlQuran Allah Swt berfirman, "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (biji atom), niscaya dia akan menerima (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan menerima balasannya. (QS. Al Zalzalah 7-8)
Demikianlah kehidupan dunia ini. Seperti suara gema. Apa yang kita teriakan, maka suara itulah yang akan kita dengar. Apa yang kita lakukan akan kembali pada diri kita. Baik itu kebaikan maupun keburukan.
Langkah terbaik yang harus kita lakukan setelah suatu kejadian menimpa kita adalah ridha yang disusul dengan tafakur dan evaluasi diri. Renungkanlah hikmah di balik peristiwa tsb. Boleh jadi itu adalah teguran dari Allah.

6. Jadikan Allah saja sebagai penolong.
Allah swt berfirman, "HasbunaAllah wani'mal wakil (Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik baik tempat bersandar)." (QS. Ali-Imran : 173)
Itu adalah doa nabi Ibrahim ketika berhadapan dengan penguasa Babilonia, Raja Namrud. Ketika Nabi Ibrahim dibakar oleh api, maka tidak ada yang seorangpun yang mampu menolong, kecuali Allah.
Kisah nabi Ibrahim AS di atas memberikan pelajaran kepada kita untuk senantiasa meyakini sepenuh hati bahwasanya hanya Allah Swt tempat kita berlindung dan memohon pertolongan. Kisah ini juga mengajarkan kita berpegang teguh hanya kepada-Nya secara total.

Wallahu'alam.

SUMBER :
5 KIAT MENGHADAPI PERSOALAN HIDUP
Oleh : Abdullah Gymnastiar
Jumlah Halaman : 72 Hal
Penerbit : SMS Tauhid
Cetakan II, Januari 2012


0 comments:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!