Thursday 30 January 2014

Azan



Soleh, itulah namanya. Umurnya baru 10 tahun. Tapi tidak seperti kebanyakan anak seusianya yang masih senang bermain, Soleh lebih memilih menghabiskan waktunya dengan belajar dan menemukan sesuatu hal yang baru. Soleh penuh dengan rasa ingin tahu. Tanya ini tanya itu, sehingga kedua orangtuanya pun angkat tangan, tak kuasa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anaknya. Selain itu, perilakunya pun mencerminkan namanya. Dia berbakti kepada kedua orangtuanya, tidak sombong, dan rajin menabung. Dia juga rajin sekali sembahyang di masjid. Entah dari mana dia mewarisi sifat seperti itu. Orangtuanya pun heran dengan kelakuan anaknya. Namun setiap kali dia pulang shalat dari masjid, dia selalu mengeluh kepada ibunya.
“Mah, setiap Soleh shalat di masjid, jamaahnya kok sedikit ya? Paling banyak cuma 5 orang, itu pun sudah bau tanah semua, alias kakek-kakek.”
“Mungkin mereka sibuk nak, jadi tidak sempat sholat di masjid.” Jawab ibunya.
“Tapi mah, Soleh lihat banyak kakak-kakak yang masih nongkrong-nongkrong di warung, padahal lagi azan. Kenapa mereka gak cepet-cepet pergi ke masjid mah? Kan ustadz Mahmud pernah bilang kalau di masjid lagi azan, kita disuruh cepet-cepet pergi ke masjid, tinggalkan semua aktivitas untuk solat.”
“Hmm, mungkin mereka sholatnya di rumah, sayaang…”
“Tapi kan sholat berjamah di masjid itu lebih baik dari pada sholat sendirian mah?”
“Emmm…. Mungkin...” sang ibu berfikir sejenak. “Coba kamu tanya pak ustadz Mahmud.”
Begitulah, setiap kali tak bisa menjawab pertanyaan anaknya, ibu selalu menyuruh Soleh bertanya kepada ustadz Mahmud, guru mengajinya.
Pada suatu hari. Ketika waktu asyar tiba, Soleh bergegas pergi ke masjid untuk mengumandangkan azan. Biasanya ustadz Mahmud yang azan, namun kebetulan hari itu, sang ustadz sedang pergi keluar kota mendapat undangan untuk mengisi ceramah. Oleh karena itu ustadz Mahmud menyuruh Soleh untuk azan di masjid sebelum dia pergi.
“Bismillahirrahmaanirrahim..” Soleh mulai mengeluarkan suaranya.
“Allahu akbar.. Allaaahu akbar!
Asyhaduallailaahaillallaaaah…
Asyhaduanna Muhammadarrasulullaaah….”
Selesai azan, satu orang kakek tua renta datang. Soleh melanjutkan dengan sholat sunah rawatib. Sambil menunggu jama’ah yang lain, Soleh duduk sambil berdzikir. Lima menit menunggu, tak ada satupun yang datang. Soleh mulai resah dan gelisah.
Sang kakek berkata “Soleh, ayo qomat, kita mulai saja.”
“Nanti dulu kek, kita tunggu 5 menit lagi, siapa tau ada yang datang.”
Namun, 5 menit berlalu, tak ada lagi yang datang. Soleh bangkit dari duduknya menuju speaker. Bukannya qomat, Soleh malah mengumandangkan azan kembali, namun kali ini berbeda, dia azan dengan versi bahasa Indonesia.
“Allah maha besar, Allah maha besar…
Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allaaaaah….”
Seketika itu juga terdengar suara derap langkah kaki dan suara teriakan dari luar.
“Hei! siapa itu yang azan!?” salah satu warga berteriak.
“Aliran sesat!” warga yang lain menimpali.
“Bakar hidup-hidup!”
“Kami tidak rela islam dinodai!”
Warga merangsek memasuki masjid. Ada yang membawa golok, kayu, bahkan bensin.
Soleh yang sudah menduga hal itu, tetap bersikap tenang, bahkan tersenyum sumringah.
“Ayo bapak-bapak, kita solat berjama’ah, waktu asyar sudah tiba.”
“Soleh! Ngapain kamu? Azan kok di mainin?” Bentak seorang warga.
“kalau bukan elu Soleh, tadinya gua mau bacok tuh orang.” Kata seorang warga yang membawa golok.
“Hehe…. Maaf bapak-bapak, awalnya kan Soleh sudah azan pake bahasa arab, tapi gak ada yang datang ke masjid. Soleh kira warga sini gak ngerti bahasa arab, jadi Soleh azan lagi pake bahasa Indonesia. Alhamdulillah, banyak yang datang. Bapak-bapak ke sini mau sholat berjamaah kan?”
Ditanya seperti itu oleh seorang anak kecil, warga-warga menjadi malu pada diri mereka sendiri. Akhirnya semua warga sholat berjama’ah di masjid pada hari itu.
^_^
***
Pandeglang, 8 Desember 2011

0 comments:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!