Tadabur QS Ali Imran Ayat 190-191
Bismillah,.
Melihat kekuasaan dan keagungan Allah SWT bukanlah perkara yang sulit. Di alam raya ini tak terhitung banyaknya tanda - tanda yang menunjukan hal itu. Semuanya dapat kita saksikan dengan mata dan kita indra dengan anggota-anggota tubuh yang lain. bahkan pada diri kita sendiri pun luar biasa banyaknya tanda kekuasaan Allah jika kita mau memikirkannya. Ayat - ayat berikut ini, yakni ayat 190 dan 191 surah Ali 'Imran, mengingatkan kita ihwal tanda - tanda kekuasaan Allah di alam ini dan perihal mereka yang memikirkannya.
Saya
pertama kali mendengar ayat ini ketika menjadi panitia di acara seleksi MTQ Mahasiswa
Nasional tingkat Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Ketika itu, salah seorang
peserta seleksi MTQ, yaitu Imam Abu Hafaz membawakan ayat ini.
Tergugah
dengan lagunya yang sangat menyentuh, kurekam bacaan tersebut dengan handphone yang
kupunya. Kudengar berulang – ulang rekaman ini, hingga akhirnya aku membuka
surat ini, Al-Imran ayat 190-191.
إِنَّ فِي
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي
الألْبَابِ (١٩٠)
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ (١٩١)
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Robb kami,
tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka dipeliharalah
kami dari siksa neraka.” (QS.3:190-191)
Aku baca
berulang – ulang ayat tersebut beserta artinya, sungguh sangat terasa indah dan
menyadarkan hati sanubariku. Ayat tersebut menyebutkan salah satu cara mengenal
dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan membaca dan merenungkan
ayat-ayat-Nya yang terbentang di alam semesta. Dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia
untuk merenungkan alam, langit dan bumi. Langit yang melindungi dan bumi yang
terhampar tempat manusia hidup. Juga memperhatikan pergantian siang dan malam.
Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
Langit
adalah yang menaungi kita. Menakjubkan siang harinya dengan berbagai awan
germawan, dan mengharukan malam harinya dengan berbagai bintang gemintang.
Bumi adalah tempat kita berdiam, penuh dengan aneka keganjilan. Makin
diselidiki makin mengandung rahasia ilmu yang belum terurai. Langit dan bumi
dijadikan oleh Al-Khaliq tersusun dengan sangat tertib. Bukan hanya semata
dijadikan, tetapi setiap saat nampak hidup. Semua bergerak menurut aturan.
Silih
bergantinya malam dan siang, besar pengaruhnya atas hidup kita dan segala yang
bernyawa. Kadang-kadang malam terasa panjang dan sebaliknya. Musim pun silih
berganti. Musim dingin, panas, gugur, dan semi. Demikian juga hujan dan panas.
Semua ini menjadi tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah bagi orang yang
berpikir. Bahwa tidaklah semuanya terjadi dengan sendirinya. Pasti ada yang
menciptakan yaitu Allah SWT. Orang yang melihat dan memikirkan hal itu, akan
meninjau menurut bakat pikirannya masing-masing. Apakah dia seorang ahli ilmu
alam, ahli ilmu bintang, ahli ilmu tanaman, ahli ilmu pertambangan, seorang
filosofis, ataupun penyair dan seniman. Semuanya akan terpesona oleh susunan
tabir alam yang luar biasa. Terasa kecil diri di hadapan kebesaran alam, terasa
kecil alam di hadapan kebesaran penciptanya. Akhirnya tak ada arti diri, tak
ada arti alam, yang ada hanyalah Dia, Yang Maha Pencipta. Di akhir ayat 190,
manusia yang mampu melihat alam sebagai tanda-tanda kebesaran dan
keagungan-Nya, Allah sebut sebagai Ulil Albab (orang-orang yang berpikir).
Dalam
ayat 191, diterangkan karakteristik Ulil Albab, yaitu selalu melakukan
aktivitas dzikir dan fikir sebagai metode memahami alam, baik yang ghaib maupun
yang nyata. Dzikir, secara bahasa berasal dari kata dzakara , tadzakkara, yang
artinya menyebut, menjaga, mengingat-ingat. Secara istilah dzikir artinya tidak
pernah melepaskan Allah dari ingatannya ketika beraktifitas. Baik ketika duduk,
berdiri, maupun berbaring. Ketiga hal itu mewakili aktifitas manusia dalam
hidupnya. Jadi, dzikir merupakan aktivitas yang harus selalu dilakukan dalam
kehidupan. Dzikir dapat dilkukan dengan hati, lisan, maupun perbuatan. Dzikir
dengan hati artinya kalbu manusia harus selalu bertaubat kepada Allah,
disebabkan adanya cinta, takut, dan harap kepada-Nya yang berhimpun di hati
(Qolbudz Dzakir). Dari sini tumbuh keimanan yang kokoh, kuat dan mengakar di
hati. Dzikir dengan lisan berarti menyebut nama Allah dengan lisan. Misalnya
saat mendapatkan nikmat mengucapkan hamdalah. Ketika memulai suatu pekerjaan
mengucapkan basmalah. Ketika takjub mengucapkan tasbih. Dzikir dengan perbuatan
berarti memfungsikan seluruh anggota badan dalam kegiatan yang sesuai dengan
aturan Allah.
Fikir,
secara bahasa adalah fakara, tafakkara yang artinya memikirkan, mengingatkan,
teringat. Dalam hal ini berpikir berarti memikirkan proses kejadian alam
semesta dan berbagai fenomena yang ada di dalamnya sehingga mendapatkan manfaat
daripadanya dan teringat atau mengingatkan kita kepada sang Pencipta alam,
Allah SWT. Dengan dzikir manusia akan memahami secara jelas petunjuk ilahiyah
yang tersirat maupun yang tersurat dalam al-Qur’an maupun as-sunnah sebagai
minhajul hayah (pedoman hidup). Dengan fikir, manusia mampu menggali berbagai
potensi yang terhampar dan terkandung pada alam semesta. Aktivitas dzikir dan
fikir tersebut harus dilakukan secara seimbang dan sinergis (saling berkaitan
dan mengisi). Sebab jika hanya melakukan aktivitas fikir, hidup manusia akan
tenggelam dalam kesesatan. Jika hanya melakukan aktivitas dzikir, manusia akan
terjerumus dalam hidup jumud (tidak berkembang, statis). Sedangkan, jika
melakukan aktivitas dzikir dan fikir tetapi masing-masing terpisah,
dikhawatirkan manusia akan menjadi sekuler.
Bagi
Ulil Albab, kedua aktivitas itu akan berakhir pada beberapa kesimpulan:
1. Allah
dengan segala kebesaran dan keagungan-Nya adalah pencipta alam semesta termasuk
manusia.
2. Tiada
yang sia-sia dalam penciptaan alam.Semua mengandung nilai-nilai dan manfaat.
3. Mensucikan
Allah dengan bertasbih dan bertahmid memuji-Nya.
4. Menumbuhkan
ketundukan dan rasa takut kepada Allah dan hari Akhir.
Wallahu a’lamu bishowab. Semoga
bermanfaat.
REFERENSI
Al-Quran
dan terjemahannya, Departemen Agama RI
\http://mentoring98.wordpress.com/2008/08/06/32-tadabur-ayat-qs-ali-imran-190-191/