Monday, 25 November 2013

Jatuh Cinta pada Sebuah Nama: Cahaya Senja

Aku jatuh cinta? Ya, Aku jatuh cinta pada sebuah nama; Cahaya Senja.
Benih - benih cinta itu mulai tumbuh sekitar dua tahun yang lalu, lebih tepatnya pada tanggal 28 November 2011. Hari itu adalah hari kelahiran keponakanku (Putri dari Kakakku) yang diberi nama oleh Ayahnya, Cahaya Senja, karena lahirnya memang pada waktu senja. Sejak saat itu aku jatuh cinta. Jatuh cinta pada sebuah nama. Cahaya Senja. Sejak saat itu pula, setiap hari Aku selalu menantikan sebuah momen munculnya cahaya itu, untuk kuabadikan dalam gambar ataupun hanya dalam ingatanku. Sungguh, sebuah ciptaan yang mempunyai selera dan nilai seni yang tinggi. Dan sungguh, setiap kali manusia memikirkan sebuah penciptaan, pasti akan muncul rasa kagum dan tunduk kepada ke-maha-besaran zat yang menciptakannya, yaitu Tuhan. Kuteringat pada sebuah sabda utusan-Mu. “Sesungguhnya Tuhan itu indah dan menyukai keindahan”.


Cahaya Senja. Nama yang sederhana namun syarat akan makna. Penuh filosofi.
Cahaya Senja adalah cahaya matahari sejenak sebelum tenggelamnya di ufuk barat. Cahayanya yang berwarna merah, jingga dan kuning keemasan memancarkan keindahan, kewibawaan, dan keanggunan. Cahayanya singkat, namun sangat memikat. Cahaya Senja juga adalah persembahan penghabisan dari matahari sesaat sebelum tenggelam. Dengan kata lain, seperti ungkapan Chairil Anwar; Sekali berarti sudah itu mati. Ya, berikan selalu yang terbaik dari dirimu dalam hidup ini, setelahnya barulah kamu boleh meninggalkan dunia ini dengan senyuman.
Dalam ungkapan yang lebih sederhana, Cahaya Senja adalah lambang keindahan dan kefanaan. Kefanaan bukanlah aib atau kelemahan, bukan pula sesuatu yang patut diratapi. Kefanaan adalah keniscayaan hidup di dunia. Dan hendaklah hal ini selalu disadari oleh setiap manusia.
Berbicara tentang kefanaan, tentang matahari terbenam, kedua hal tersebut berhubungan dengan satu hal yang pasti dialami oleh seluruh makhluk yang bernyawa. Yaitu kematian. Kematian bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti. Mati itu keniscayaan. Hidup-matinya manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, Sang Pencipta. Kita harus siap kapan saja Tuhan mau mengambil nyawa kita, menerima dengan ikhlas, tanpa protes, dan kalau perlu disambut dengan syukur dan suka cita.

Cahaya Senja dapat pula dijadikan symbol kehangatan dan cinta. Ketika senja, matahari telah kehilangan teriknya. Pada saat itu, setiap orang dapat melihat matahari secara langsung tanpa harus mengejapkan mata. Selama beberapa menit, setiap orang dapat menikmati semburat warna-warni indah di langit barat. Merah, jingga, kuning keemasan. Jika ada awan, akan muncul pula nuansa kelabu dan keungguan. Pada saat itu, hati siapakah yang tidak merasakan hangatnya cinta Tuhan? Hati siapakah dengan bodohnya masih tega menyimpan dendam?


Friday, 15 November 2013

Qiyamul Lail adalah Senjata bagi Aktivis Islam


Bacalah kisah – kisah islam masa lalu, betapa qiyamul lail menjadi senjata ampuh untuk melawan musuh – musuh islam. Semisal kisah Shalahudin Al-Ayyubi. ia tahu bahwa qiyamul lail adalah senjata ampuh di perang dan tidak ada tandingannya. Karena itu, jika ia berjalan melewati kemah anak buahnya pada malam hari dan melihat tidak ada yang mengerjakan qiyamul lail di dalamnya, maka ia membangunkan mereka dan memarahi mereka, dengan berkata, “saya khawatir, kita diserang musuh malam ini dari kemah ini.” Atau bacalah kisah Sultan Muhammad Al Fatih (30 Maret 1432 – 3 Mei 1481). Seorang panglima Perang yang menaklukkan benua Eropa yang saat itu adalah seorang pemuda berusia 21 tahun,. Ia merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu’ setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di ‘Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).
Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan solat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.
Kejayaan dan kesuksesan hidup ia telah raih di usia yang begitu muda. Ia-pun dikenang jutaan manusia sepanjang abad. Harum nama Sultan Al Fatih diperoleh berkat keshalehan, keberanian dan kemuliaan akhlaknya. Sebagai jenderal beliau memimpin laskar islam menaklukkan benteng terkuat imperium Byzantium , Konstantinopel. Kota ini diubahnya menjadi kota Istambul. Dari sini beliau menebarkan kasih sayang islam di bumi eropa.
Apa rahasia dibalik semua kesuksesan beliau? Ternyata rahasianya beliau sangat kuat shalat malamnya (tahajud). Qiyamul lail itu kebutuhan utama setiap orang muslim. Apalagi, bagi aktivis islam dan pengemban amanah agama yang berat; dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, dan menyerukan kebenaran. Bukankah Allah telah berfirman dalam Al-Quran, yang artinya,
“Hai orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat) di malam hari kecuali sedikit (darinya). (Yaitu) seperduanya atau kurangi dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua. Dan bacalah Al-Quran dengan perlahan-lahan. “(Al-Muzzammil: 1-4)
Kenapa Allah memerintahkan kita untuk Qiyamul lail? Pertanyaan ini dijawab dalam lanjutan surat Al-Muzzammil ayat 5.
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat”
Kami (Allah) akan memberikan kepadamu amanah yang sulit, beban yang berat, dan perintah – perintah yang membutuhkan tekad kuad dan semangat tinggi. Siapa sih yang yang mampu mengerjakan tugas-tugas dakwah, tarbiyah, amar ma’ruf nahi munkar dan jihad, tanpa bekal yang bisa ia gunakan dalam perjalanannya mengemban tugas tersebut? Tanpa bekal, sudah barang tentu perjalanannya akan terhenti di tengah jalan. Oleh karena itu Allah menyediakan bagi kita qiyamul lail sebagai bekal dan juga sebagai sekolah bagi kita untuk menimba ilmu dalam mengemban tugas – tugas dakwah tersebut.
Ketahuilah wahai aktivis islam, Qiyamul lail adalah sarana untuk mentarbiyah diri dan berkenalan dengan Tuhannya. Qiyamul lail adalah sarana untuk belajar khusuk, tunduk, merendahkan diri dan bertaubat kepada Allah ta’ala. Ketundukan anda pada malam hari adalah kunci kebesaran anda di siang hari. Sujud anda pada malam hari adalah jalan kemuliaan anda pada siang hari, senjata kemenangan anda atas musuh – musuh anda, rahasia kesuksesan anda di dakwah dan jihad anda.
Selamat mencoba..
Wallahu’alam..

Tuesday, 5 November 2013

Tadabur QS Ali Imran Ayat 190-191


Bismillah,.
Melihat kekuasaan dan keagungan Allah SWT bukanlah perkara yang sulit. Di alam raya ini tak terhitung banyaknya tanda - tanda yang menunjukan hal itu. Semuanya dapat kita saksikan dengan mata dan kita indra dengan anggota-anggota tubuh yang lain. bahkan pada diri kita sendiri pun luar biasa banyaknya tanda kekuasaan Allah jika kita mau memikirkannya. Ayat - ayat berikut ini, yakni ayat 190 dan 191 surah Ali 'Imran, mengingatkan kita ihwal tanda - tanda kekuasaan Allah di alam ini dan perihal mereka yang memikirkannya.

Saya pertama kali mendengar ayat ini ketika menjadi panitia di acara seleksi MTQ Mahasiswa Nasional tingkat Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Ketika itu, salah seorang peserta seleksi MTQ, yaitu Imam Abu Hafaz membawakan ayat ini.
Tergugah dengan lagunya yang sangat menyentuh, kurekam bacaan tersebut dengan handphone yang kupunya. Kudengar berulang – ulang rekaman ini, hingga akhirnya aku membuka surat ini, Al-Imran ayat 190-191.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ (١٩٠)
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Robb kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka dipeliharalah kami dari siksa neraka.” (QS.3:190-191)

Aku baca berulang – ulang ayat tersebut beserta artinya, sungguh sangat terasa indah dan menyadarkan hati sanubariku. Ayat tersebut menyebutkan salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan membaca dan merenungkan ayat-ayat-Nya yang terbentang di alam semesta. Dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan bumi. Langit yang melindungi dan bumi yang terhampar tempat manusia hidup. Juga memperhatikan pergantian siang dan malam. Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah SWT.

Langit adalah yang menaungi kita. Menakjubkan siang harinya dengan berbagai awan germawan, dan mengharukan malam harinya dengan berbagai bintang gemintang.
Bumi adalah tempat kita berdiam, penuh dengan aneka keganjilan. Makin diselidiki makin mengandung rahasia ilmu yang belum terurai. Langit dan bumi dijadikan oleh Al-Khaliq tersusun dengan sangat tertib. Bukan hanya semata dijadikan, tetapi setiap saat nampak hidup. Semua bergerak menurut aturan.

Silih bergantinya malam dan siang, besar pengaruhnya atas hidup kita dan segala yang bernyawa. Kadang-kadang malam terasa panjang dan sebaliknya. Musim pun silih berganti. Musim dingin, panas, gugur, dan semi. Demikian juga hujan dan panas. Semua ini menjadi tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah bagi orang yang berpikir. Bahwa tidaklah semuanya terjadi dengan sendirinya. Pasti ada yang menciptakan yaitu Allah SWT. Orang yang melihat dan memikirkan hal itu, akan meninjau menurut bakat pikirannya masing-masing. Apakah dia seorang ahli ilmu alam, ahli ilmu bintang, ahli ilmu tanaman, ahli ilmu pertambangan, seorang filosofis, ataupun penyair dan seniman. Semuanya akan terpesona oleh susunan tabir alam yang luar biasa. Terasa kecil diri di hadapan kebesaran alam, terasa kecil alam di hadapan kebesaran penciptanya. Akhirnya tak ada arti diri, tak ada arti alam, yang ada hanyalah Dia, Yang Maha Pencipta. Di akhir ayat 190, manusia yang mampu melihat alam sebagai tanda-tanda kebesaran dan keagungan-Nya, Allah sebut sebagai Ulil Albab (orang-orang yang berpikir).

Dalam ayat 191, diterangkan karakteristik Ulil Albab, yaitu selalu melakukan aktivitas dzikir dan fikir sebagai metode memahami alam, baik yang ghaib maupun yang nyata. Dzikir, secara bahasa berasal dari kata dzakara , tadzakkara, yang artinya menyebut, menjaga, mengingat-ingat. Secara istilah dzikir artinya tidak pernah melepaskan Allah dari ingatannya ketika beraktifitas. Baik ketika duduk, berdiri, maupun berbaring. Ketiga hal itu mewakili aktifitas manusia dalam hidupnya. Jadi, dzikir merupakan aktivitas yang harus selalu dilakukan dalam kehidupan. Dzikir dapat dilkukan dengan hati, lisan, maupun perbuatan. Dzikir dengan hati artinya kalbu manusia harus selalu bertaubat kepada Allah, disebabkan adanya cinta, takut, dan harap kepada-Nya yang berhimpun di hati (Qolbudz Dzakir). Dari sini tumbuh keimanan yang kokoh, kuat dan mengakar di hati. Dzikir dengan lisan berarti menyebut nama Allah dengan lisan. Misalnya saat mendapatkan nikmat mengucapkan hamdalah. Ketika memulai suatu pekerjaan mengucapkan basmalah. Ketika takjub mengucapkan tasbih. Dzikir dengan perbuatan berarti memfungsikan seluruh anggota badan dalam kegiatan yang sesuai dengan aturan Allah.

Fikir, secara bahasa adalah fakara, tafakkara yang artinya memikirkan, mengingatkan, teringat. Dalam hal ini berpikir berarti memikirkan proses kejadian alam semesta dan berbagai fenomena yang ada di dalamnya sehingga mendapatkan manfaat daripadanya dan teringat atau mengingatkan kita kepada sang Pencipta alam, Allah SWT. Dengan dzikir manusia akan memahami secara jelas petunjuk ilahiyah yang tersirat maupun yang tersurat dalam al-Qur’an maupun as-sunnah sebagai minhajul hayah (pedoman hidup). Dengan fikir, manusia mampu menggali berbagai potensi yang terhampar dan terkandung pada alam semesta. Aktivitas dzikir dan fikir tersebut harus dilakukan secara seimbang dan sinergis (saling berkaitan dan mengisi). Sebab jika hanya melakukan aktivitas fikir, hidup manusia akan tenggelam dalam kesesatan. Jika hanya melakukan aktivitas dzikir, manusia akan terjerumus dalam hidup jumud (tidak berkembang, statis). Sedangkan, jika melakukan aktivitas dzikir dan fikir tetapi masing-masing terpisah, dikhawatirkan manusia akan menjadi sekuler.

Bagi Ulil Albab, kedua aktivitas itu akan berakhir pada beberapa kesimpulan:
1.    Allah dengan segala kebesaran dan keagungan-Nya adalah pencipta alam semesta termasuk manusia.
2.    Tiada yang sia-sia dalam penciptaan alam.Semua mengandung nilai-nilai dan manfaat.
3.    Mensucikan Allah dengan bertasbih dan bertahmid memuji-Nya.
4.    Menumbuhkan ketundukan dan rasa takut kepada Allah dan hari Akhir.
     
      Wallahu a’lamu bishowab. Semoga bermanfaat.
        
REFERENSI
Al-Quran dan terjemahannya, Departemen Agama RI
\http://mentoring98.wordpress.com/2008/08/06/32-tadabur-ayat-qs-ali-imran-190-191/



Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!